Motomazine.com – Kemarin tanggal 19 dan 20 Agustus, PT. Mitra Pinasthika Mulia (MPM) mengajak blogger dan vlogger Jatim untuk gabung di acara touring merdeka 2023. Acara ini bertajuk touring on-off road dengan menunggangi Honda CRF150L. Motor on-off road Honda yang kerap jadi pilihan penyuka trabas menghabiskan waktu senggangnya di jalur offroad. Singkat cerita, saya yang berhalangan hadir tepat waktu masih berusaha datang ke lokasi acara, meskipun telat. Acaranya sendiri dimulai dari Malang, tepatnya markas Moto East Java untuk kemudian menyusuri jalan aspal dan tanah menuju ke Puncak Jowin, Tulungagung. Nah, kejadian mistis ini saya alami ketika hendak nyusulin teman-teman yang sudah duluan sampai di Puncak Jowin.
Saya berangkat dari kota domisili di Ponorogoo sekitar pukul 15.30 siang. Kalau lalu lintas lancar, biasanya saya hanya butuh waktu 1,5 jam untuk sampai di Kabupaten Tulungagung. Tapi kali ini situasinya berbeda. Saya mendapatkan kabar bahwa di Sawo ada pawai pembangaunan. Sawo adalah nama daerah yang menjadi jalur dari Ponorogo menuju Trenggalek kemudian Tulungagung.
Karena mendapat kabar bahwa ada pawai pembangunan, yang pasti bakal macet parah dan tidak bisa lewat, kemudipun saya arahkan ke jalur alternatif Pulung-Sooko-Trenggalek-Tulungagung. Jalur ini merupakan jalur perintis untuk bus Damri. Nah di sinilah pengalaman mistis itu saya alami.
Seperti seharusnya, jalur yang saya lewati adalah Ponorogo menuju ke Sooko kemudian mengarah ke Trenggalek. Kali ini saya ditemani Sabri, si Honda CB150R andalan yang setia menemani kemanapun saya beranjak.
Singkat kata perjalanan dari Ponorogo ke Sooko berjalan lancar, ya meskipun saya sempat terhalang pawai (juga), sekitar setengah atau bahkan nyaris sejam di sana. Dari situlah cerita berawal. Selepas dari pawai saya melanjutkan perjalanan ke arah Trenggalek untuk kemudian menuju ke Tulungagung. Waktu menunjuk sekitar pukul 16.30-an. Saya memacu Sabri seperti biasanya tanpa menaruh rasa curiga sedikitpun.
Anehnya kesadaran saya tetiba terketuk tatkala jalan aspal yang saya lewati berangsur mengecil. Yaps, jalannya semakin kecil. Bahkan untuk berpapasan dengan sesama sepeda motor saja harus berhati-hati.
Berusaha berpikir positif saya terus memacu Sabri menyusuri jalanan tersebut. Terbersit salah jalan sih, cuman apa iya di depan nanti tidak ada persimpangan. Sekitar 15 menit berkendara, asem tenan ternyata tidak ada pertigaan sama sekali. Yang ada justru jalan aspal tersebut habis dan berganti dengan jalanan tanah. Amsyong iki! Makin ngerinya, 200 meter di depan mmz, terpampang hutan lebat yang nyata seremnya. Lebih sedap lagi, saat itu waktu sudah menunjukkan jam 5 sore. Matahari sudah menghilang berganti dengan cahaya redup plus suasana sunyi khas hutan.
Khawatir semakin tersesat saya pun memutuskan berhenti di sebuah warung di kiri jalan. Warung tersebut beratapkan seng dengan dinding papan-papan kayu. Beberapa kali salam saya ucapkan hingga akhirnya keluarlah seorang wanita setengah baya berpakaian kaos oblong coklat dengan rambut sepundak yang dikuncir.
“Buk, nyuwun sewu, ndherek pirsa, margi niki saget nembus Tulungagung?” (Buk, maaf ijin bertanya, jalan ini bisa tembus ke Tulungagung?), begitu saya bertanya. Dengan wajah penuh tanya ibu itupun berusaha menjawab pertanyaan saya. “Mboten saget lo mas, lha ngajeng niku sampun wana. Jenengan wau ketawise keblasuk, ten ngandap mboten menggok nganan” (Tidak bisa lo mas, depan itu sudah hutan. Anda tadi sepertinya kebablasan, di bawah tadi tidak belok ke kanan), ujar ibu tersebut.
Waduh! ini… Alamat tersesat! ucap saya dalam hati. Tak langsung berputus asa mencari informasi saya pun lanjut meminta petunjuk arah terbaik menurut ibu tersebut. Dan hasilnya, saya harus kembali, karena memang tidak ada jalan tembus di sejauh jalanan yang saya lewati tadi.
Nah, di tengah percakapan saya dengan si ibu inilah kejadian mistis terjadi. Kejadian mistis yang akhirnya saya sadari kemudian. Datang seorang gadis kira-kira berusia 20 tahunan nunggang motor NVL. Saya ingat benar, gadis itu berperawakan sedang dengan rambut terurai hitam sepunggung. Dia memakai kaos hitam dengan celana coklat dan motornya berwarna merah hitam. Saya ingat betul, kenapa? Karena setelah ini kejadian tak terduga tersebut muncul.
Sesampainya di warung gadis tersebut segera memarkir motornya, masuk ke warung dan sama sekali tak berbicara. Dia hanya melihat saya sekejap untuk kemudian ngeloyor dan berdiri di samping etalase jualan. Saat itu juga informasi yang saya butuhkan terpenuhi. Saya pun langsung naik motor kembali untuk meneruskan perjalanan. Sementara saya kembali naik ke motor, gadis tersebut masih berada di warung.
Selang dua menitan mengendarai motor, betapa terkejutnya saya. Karena tetiba gadis tersebut datang, berpapasan dengan saya, dari arah berlawanan (arah saya semula datang). Ciri-cirinya sama persis. Gadis dua puluh tahunan, berkaos hitam, celana coklat, rambut terurai, nunggang NVL merah hitam. Meski tak sempat menatap, tapi saya ingat betul dengan rupa di gadis.
Asem teles! Saat itu jam menunjuk sekitar pukul 17.50-an. Ketika berpapasan pun pandangan si gadis ini terlihat begitu kosong, hanya menatap ke depan tanpa ekspresi, datar sedatar batu marmer Tulungagung sendiri.
Wes pikiran auto kemana-mana. Yang saya khawatirkan adalah, saya akan kembali ke warung tadi. Tapi alhamdulillahnya, setelah 10 menitan berjalan, saya menemukan jalan yang benar. Pertigaan menuju Tulungagung. Jalan yang lebar dan mulus. Artinya memang benar inilah jalannya.
Sepanjang jalan itulah saya terus berpikir, bagaimana bisa dua orang yang sama hadir di waktu yang berbeda, dengan arah berbeda. Orang yang benar-benar sama. Logikanya kalaupun dia nyusulin saya, harusnya dia nyalip terlebih dahulu. Tapi sejauh saya berjalan (sampai berpapasan) tak ada satupun kendaraan yang menyalip saya. Sejauh saya berjalan, tak ada satu pun pertigaan atau perempatan sebagai penanda jalan tembus. Karena daerahnya hutan dengan rumah warga yang sangat jarang.
Merinding asli! Sepanjang jalan tak lupa saya terus menyebut nama Tuhan, sebab setiap teringat tatapan si gadis yang berpapasan tadi, bulukuduk saya auto merinding… Hiii…
Bersyukurnya setelah kejadian itu perjalanan saya berjalan lancar. Tak ada satupun aral melintang sampai ke tempat tujuan, bukit Jowin Tulungagung. Kurang lebih Isya’ sampai di lokasi, dengan perasaan yang campur aduk gak karuan. Sayangnya saya tak bisa mengabadikan momen pertemuan dengan gadis tadi. Karena saya tak mengeluarkan smartphone sama sekali. Yang pasti kejadian ini unik dan mistis, bahkan lebih nyata dari de Javu. Kira-kira pemirsa ada yang pernah mengalami juga…? (mmz)
Artikel terkait:
- Yamaha STSJ ungkap Perilaku Sepele yang Sebabkan Velg Motor Peyang
- Mulai 3 Oktober 2022 Polisi Gelar Operasi Zebra, berikut Sasarannya!
- Serba-serbi Mudik, LCGC Angkut Motor di Atap
- Gara-gara Galon Motomazine dituduh Blogger Endorse-an. Ngakak!
- Bank Indonesia Rilis Uang Baru Spesial HUT RI 75.000 Rupiah. Mayan buat Beli Pertamax
- Balada KTP yang Tertukar. Yang Suka Baper jangan Baca
- Boncengan Motor Bertiga Meski dengan Anak bakal ditilang
- Netijen Makin Cerdas, Click Bait is Bullsh1t!
- Tips Jitu Hilangkan Camry Rantai CB150R dengan REXCO 50 Featuring REXCO 25
- Sepeda Motor Boleh Masuk Tol asal Penuhi Syarat Berikut ini