MOTOMAZINE.COM – Tiga kali jatuh secara beruntun inikah awal redupnya karir seorang Valentino Rossi? Yaps, sebuah pertanyaan yang tentu saja cukup menggelitik untuk kita telaah bersama. Sebuah pertanyaan yang pasti bergelayut di benak penikmat MotoGP, yang tentu menjadi bahasan hangat untuk saling diperbincangkan di warung kopi, cafe, atau tempat nongkrong lainnya. Kenapa mmz tetiba berpikir seperti ini? Padahal aslinya FBR.
Tak dapat dipungkiri, Rossi seperti menjadi pembalap rookie di Yamaha. bahkan si rookie sejati, Fabio Quartararo, tampil sangat meyakinkan sejak FP1 GP Belanda hingga rebut pole position di sesi Q2. Terlebih lagi, Fabio masih memakai motor spek 2018.
Terlepas dari Fabio, Maverick Vinales jutsru tampil paling cemerlang. doi sukses menempati posisi tercepat di FP2 dan bahkan menjuarai MotoGP Assen. Sangat berbanding terbalik dengan sang maestro, Valentino Rossi. Pembalap yang sebenarnya sangat familiar dengan YZR-M1.
Tak dapat dipungkiri, saat ini usia Valentino Rossi sudah menginjak angka 40. Artinya secara fisik, mau tak mau, harus diakui atau tidak, respon tubuh pasti akan mengalami penurunan. Apakah Rossi buruk? Sama sekali tidak. Tapi apapun yang terjadi, Rossi jatuh di Assen kemarin, bahkan di seri sebelumnya, Catalunya dan Mugello. Meskipun di Catalunya Rossi hanya terimbas kecelakaan seorang Jorge.
Oke, mari pusatkan bahasan pada Rossi. Entah apa yang Rossi keluhkan dengan M1, nyatanya Vinales, Quartararo, dan bahkan Morbidelli mampu tampil cepat dan konsisten sejak FP1 MotoGP Belanda. Sangat aneh, karena Rossi terseok-seok di luar 10 besar, dengan berbagai masalah yang menderanya. Bahkan Rossi sendiri mengaku tak tahu kenapa ia sangat lambat.
Banyak pendapat yang menyebut Rossi terlalu jaim untuk melihat set-up milik Vinales dan Quartararo. Padahal di Yamaha kabarnya mereka membuka semua data ridernya. Artinya masing-masing rider boleh saling melihat data set-up motor. Bahkan saking penasarannya dengan kecepatan Fabio, Vinales sempat memasang front fork alumunium (gold), bukan karbon (hitam) seperti yang ia dan Rossi pakai. Walaupun di race akhirnya Maverick memutuskan untuk memakai suspensi depan karbon.
ya setidaknya itulah usaha Maverick untuk tampil cepat. Sedikit berbeda dengan metode yang diterapkan Rossi, dengan lebih fokus pada settingannya sendiri. Tersering lagi malah suka gonta-ganti setting demi feeling terbaik. Sedikit berbeda dengan pembalap-pembalap muda macam Vinales atau Quartararo yang memilih terima motor dengan tanpa terlalu mikir set-up, yang penting gaspol. Dan ternyata, itu bekerja!
Di Ducati Rossi tak Separah ini
Kembali ke hatrick jatuhnya seorang Valentino Rossi, saat musim terburuknya di Ducati, pembalap asal Tavulia ini bahkan belum pernah mengalaminya. Rossi memang sering gubrak dengan Desmosedici GP 11 atau GP12 nya sekalipun. Tapi jatuh beruntun sebanyak 3 kali, itu belum pernah dialaminya.
Jadi sedikit aneh memang, dengan motor Yamaha, dengan trek yang sejatinya menjadi 3 trek favorit Rossi, The Doctor justru tersungkur.
Entahlah, apakah karena faktor ban, atau karena asa Rossi yang menggebu-gebu, takut kehilangan barisan depan, ataukah Rossi memang kurang menekan saat di Ducati. Yang pasti, faktor luck dari dewi fortuna juga berperan di sini. Dan ketika dewi fortuna sudah tak begitu berpihak pada seorang pembalap, artinya sudah saatnya seorang pembalap untuk introspeksi diri. Ingat kan sama Hudson Hornet di serial Cars?
“Jatuh tiga kali secara beruntun adalah masalah serius. Terlebih itu di Mugello, Catalunya dan Assen. Sirkuit yang menjadi favoritku. Itu juga sangat menyedihkan karena berdampak buruk di klasemen. Tapi poin pentingnya kami sudah cukup cepat. Di Mugello saya sangat lambat dan tak menemukan solusi. Di Catalunya, dan di sini saya juga sangat lambat. tapi di race saya cukup cepat. Saya lebih cepat 0,6 detikan dibanding saat latihan bebas, dan itu bagus. Untungnya akan ada race lagi di Sachsenring dalam waktu dekat ini, jadi akan kita lihat bagaimana nanti di sana,” tutur Rossi seperti dilansir GPone.
Yap, tanggal 7 Juli 2019 nanti MotoGP akan mendatangi Jerman untuk menggelar balapan di sirkuit pendek Sachsenring. Sebuah trek yang sejatinya cukup ramah bagi M1 tapi menjadi jajahan tersendiri bagi Marquez.
So, kita lihat saja. Apakah Rossi mampu bangkit dari keterpurukan ini? Atau justru seperti yang saya khawatirkan. Makin terpuruk dan tenggelam oleh pembalap-pembalap muda dengan settingan elektronik motor modern? Semoga berguna… (mmz)
- Yamaha Indonesia kirim Wahyu Nugorho Latihan bareng Valentino Rossi di VR46 Master Camp 2024
- Jorge Viegas Sebar Gosip Panas: 2024 VR46 ke Yamaha!
- GT WC Europe: Finish P5 di Misano jadi Hasil Terbaik Rossi sejauh ini
- Tertinggal 2 Detik Rossi Sebut Harinya Bagus
- Semoga Akur, Paduka Lorenzo ikut Balapan di Ranch Rossi
- Razali Menyesal Mengambil Rossi?
- Valentino Rossi Luncurkan e-MTB VR46 Terra. Keren Pol!
- Rossi: Kami sedikit lebih Baik
- Corak Helm AGV Terbaru Valentino Rossi untuk GP Misano 2
- Rossi tak kan Lupakan Michelin hingga Pensiun